Filsafat Pendidikan


A.    Latar Belakang
Landasan filosofis merupakan salah satu dasar yang harus dipegang dalam pelaksanaan pendidikan. Landasan ini berkenaan dengan sistem nilai. Sistem nilai merupakan pandangan seseorang tentang sesuatu terutama berkenaan dengan arti kehidupan. Pandangan lahir dari kajian seseorang terhadap sesuatu msalah atau norma-norma agama dan sosial yang dianutnya. Perbedaan pandangan dapat menyebabkan timbulnya perbedaan arah pendidikan yang diberikan kepada anak didik.
Pandangan hidup sebagai nilai yang dipegang bukan semata-mata terdapat pada individu, melainkan juga pada sekelompok masyarakat atau suatu bangsa. Berkenaan dengan itu secara Nasional pandangan hidup bangsa adalah Pancasila. Oleh karena itu kaidah dan norma sosial maupun sistem nilai yang dianut secara nasional mengacu pada Pancasila. Dengan demikian pendidikan haruslah berlandaskan pada Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia Indonesia yang ber-Pancasila.
B.     Pengertian Filsafat Pancasila
Filsafat Pancasila adalah hasil berpiir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesiayang oleh bangsa Indonesia yang dianggap. Dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (Kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untuk memenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (Pandangan hidup , filsafat hidup, way of life, Weltanschaung, dan sebagainya) agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik dunia maupun akhirat.
Selanjutnya filsafat pendidikan mengukur adanya kebenaran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebagai berikut:
a.       Kebenaran indra (Pengetahuan bisa)
b.      Kebenaran ilmiah (Ilmu-ilmu pengetahuan)
c.       Kebenaran filosofi (filsafat)
d.      Kebenaran religious (Religi)
Mr. Moh. Yamin pada seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila terhadap revolusi Fungsional , yang isinya antara lain sebagai berikut. “Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem flsasat . marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kitra tinjau menurut ahli filsafat yang ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckei, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).”
Menurut hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikian. Begitu pula dengan ajaran Pancasila suatu sintese Negara yang lahir dari suatu antitese. Jadi sejajar dengan tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Gegelian. Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.
C.     Beberapa Pemikiran Filsafat Pendidikan
1.      Soediman Kartohadiprodjo
Soediman Kartohadiprodjo menyatakan bahwa Pancasila adalah “Sublimasi dari Declaration of Independence dan Manifesto Komunis , een hogree optrekking”. Pangkal filsafat Pancasila itu menurut Kartohadiprodjo ialah pemikiran kekeluargaan yang lain sama sekali dengan individualisme.
2.      Notonagoro
Prof. Notonagoro dari UGM melakukan aktivitas penelitian ilmiah filosofis tentang Pancasila sejak tahun 1951, yang dari aspek temuannya terhitung monumental. Temuan-temuan itu misalnya Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Fundamentl Negara RI, sifat hubungan antara Pancasila dengan Negara Ri , Teori Causa guna menjelaskan asal mula Pancasila, kepancasilaan bangsa Indonesia dalam lingkup “Triprakara”, kedudukan Pancasila terhadap pengusahaan ilmu pengetahuan di Indonesia, bangun herarkis-piramudal Pancasila, Moral Pancasila , Pancasila sebagai azas Pendidikan Nasional , dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasila, dan lain-lainnya.


3.      N. Drijarkara
Drijarkara menguraikan pula filsafat kenegaraan berhubung dengan focus uraian yang menempatkan Pancasila sebagai dasar Negara. Bagaimana tata-hubungan antara Negara Pancasiladengan religi atau agama dijelaskan secara gamblang.
Tulisan lain Drijarkara tentang Pancasila ialah prasaran untuk Simposium “Kebangkitan Angkatan ‘66” tahun 1966 di UI Jakarta. Dalam paparannya itu Pancasila dipersepsi sebagai kategori tematis dan di lain pihak sebagai kategori operatif.
4.      Soekarno
Soekarno menafsirkan bahwa yang dimaksudkan adalah “Philosophie Gronslaag” atau fundamen filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal abadi, suatu Weltanshcauung” (Soekarno, 1947).
Soekarno menyatakan bahwa setidaknya salah satu sila yang membentuk Pancasila telah dipikirkan sejak tahun 1918. Oleh sebab itu, untuk mengungkapkan pemikiran Soekarno tentang Pancasila perlu dibaca keseluruhan tulisannya, misalnya dua jilid buku “Di Bawah Bendera Revolusi” yang berhalaman lebih dari seribu halaman.
D.    Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam siding I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah dikandung maksud untuk dijadikan dasar bagi Negara Indonesia merdeka. Suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan dan cita-cita bangsa dan Negara Indonesia yang merdeka.
Siding BPPK menerima Pancasila itu sebagai dasar Negara Indonesia merdeka. Sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan Negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya mengatasi dan menyalurkan persoalan-persoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan Negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organic yang menjadi pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar Negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, UNdang-Undang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, dan Peratuan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh Negara dan pemerintah Republik Indonesi haruslah pula sejiwa dengan Pancasila (Dijiwai oleh dasar Negara Pancasila). Dalam Ketetapan MPRS NO. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hokum (sumber hokum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakin, ilmu pengetahuan hukum).
Dasar Negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar Negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsa-bangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan memperngaruhi hidup dan kehidupan bangsa kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi.

E.     Pancasila Sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional , kepribadian Indonesia ialah: keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda, dan lain-lain). Pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasial, maka akan tampak jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Pancasila hanya merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 agustus 1945 dalam siding Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya.
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa kita sendiri, dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan demikian diilhami oleh gagasan-gagasan besar dunia, dngan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita sendiri dan gagasan besar bangsa kita sendiri.
Karena pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar ngara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejara bahwa meskipun dituangan dalamrumusan yang agak berbeda, namun dalam tiga buah Undang-Undang Dasar yang pernah kita miliki, yaitu dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dalam Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat dan dalam Mukaddimah Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indoneisa (1950) Pancasila itu tetap tercantum dalamnya.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonesia sendiri merupakan:
1.      Dasar Negara Kita
2.      Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita
3.      Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
4.      Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia
5.      Perjanjian luhur rakyat Indonesia.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini , maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang terlukis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan rumusan yang beku dan mati, serta tdiak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Akhirnya perlu pula ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu:
-          Ketuhanan Yang Maha Esa
-          Kemanusiaan yang adil dan beradab
-          Persatuan Indonesia
-          Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan dan perwakilan
-          Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
F.      Filsafat Pendidikan Pancasila
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa Indonesia atau falsafah Negara Republik Indonesia. Pancasila merupaka norma-norma tertinggi dalam Negara kita. Dengan demikian Pancasila adalah jiwa kepribadian bangsa, pandangan hidup yang menjiwai sistem kenegaraan dan kemasyarakatan Indonesia. Dengan demikian wajarlah kiranya Pancasila dijadikan landasan filosofis pendidikan kita.
1.      Filsafat dan Pendidikan
Filsafat dan pendidikan merupakan hal yang tak terpisahkan. Filsafat disini adalah suatu sistem nilai-nilai, yakni suatu pandangan hidup yang diyakini oleh seseorang yang dianggap sebagai kebenaran. Filsafat mencakup nilai yang dijunjung tinggi yang dijadikan pedomann perbuatan. Filsafat ialah pendapat yang sejujur-jujurnya dan sedalam-dalamnya tentang arti hidup bagi seseorang.
Pandangan hidup seseorang sering kabur, tidak mendalam , tidak berlandaslam prinsip-prinsip yang mantab. Filsafat yang mendalam yang logis dan sistematis adalah hasil perenungan yang sedalam-dalamnya tentang arti hidup. Drijarkara 1987 megatakan bahwa “Filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab “Ada” dan “Berbuat”.
Perbubatan mendidik merupakan realisasi dari nilai-nilai yang dimiliki. Pendidik telah ada nilai-nilai yang dicita-citakannya. John Dewey mengatakan filsafat menggali nilai-nilai, merumuskan tuujuan hidup dan pendidikan merealisasi nilai-nilai dalam diri anak. Nilai-nilai pada pendidikan adalah filsafat yang merupakan landasan filosofis dalam pendidikan.
Dalam filsafat si pendidik atau guru mempunyai gambaran tentag bagaimanakah masyarakat yang dicita-citakan dan bagaimanakah individu yang harus dibentuknya. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk membina manusia harus berpegang pada landasan filosofis tersebut. Pendidikan telah memiliki landasan filosofis, maka telah pula memiliki gambaran manusia yang dicita-citakan. Mencapai manusia yang dicita-citakan menjadi tujuan pendidikan.
Guru sebagai pendidik akan selalu mengarahkan usahanya demi pencapaian tujuan pendidikan sekolah/tujuan instiusional dan tujuan pendidikan Nasional. Nasution mengatakan jika filsafdat para guru bertentangan, maka arah pendidikan tidak menentu, seperti kapal yang bernakhodakan lebih dari satu orang yang masing-masing berlainan tujuan.
Pancasila telah menjadi pandangan dan cara hidup bangsa . ini berarti bahwa Pancasila merupakan landasan filsafat pedidikan di Indonesia, atau landasan filosofisnya. Dengan demikian nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dengan lima silanya serta 36 butirnya, sebagai satu keastuan yang utuh dalam kondisi yang selaras, serasi, dan seimbang menjadi landasan dasar kehidupan manusia Indonesia yang meliputi juga pendidikannya.
2.      Pancasila sebagai Pandangan dan Cara Hidup Bangsa (Dasar dan Rasional)
Pancasila sebagai filsafat Negara  Republik Indonesia diangkat dari realitas sosial budaya dan tata nilai dasar  masyarakat Indonesia. Nilai-nilai dasar ini telah menjiwai dan merupakan perwujudan kepribadian bangsa. Nilai-nilai dasar didalam sosial budaya Indonesia yang berkembang sejak awal peradaban meliputi: a. Adanya kesadaran ke- Tuhanan dan kesadaran keagamaan, b. Kesadaran kekeluargaan , sebagai dasar dan kodrat terbentuknya masyarakat, c. Kesadaran musyawarah mufakat dalam menentukan dan memecahkan masalah bersama, d. Kesadaran gotong-royong atau tolong menolong, dan e. Kesadaran tenggang rasa dan tepa selera.
Nilai-nilai dasar tersebut, teuji dalam kehidupan , sehingga meyakinkan kita bahwa nilai-nilai dasar menjamin kekeluargaan, kesatuan, kebersamaan, kerukunan, kedamaian, dan kesejahteraan yang bertujuan untuk kebahagiaan hidup.
Bangsa Indonesia memanfaatkan dan memilih nilai-nilai sosial budaya tradisional yang terbaik. Nilai-nilai budaya tradisional yang bersifat universal telah terintegrasi dalam kesatuan yang utuh berupa sistem nilai budaya yang dijadikan pandagan hidup bangsa . pandangan hidup itu adalah pandangan tentang nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia pada hakikatnya bersifat religious, suka damai, menjunjun tinggi asas musyawarah dan mufakat, kekeluargaan, gotong royong dan keadilan sosial.
Sistem nilai atau pandangan hidup yang dikandung filsafat pendidikan seseorang atau suatu Negara akan mempengaruhi pelaksanaan pendidikan dan tujuan pendidikan suatu Negara dapat kita amati dari contoh-contoh dibawah ini:
a.       Di Sparta (Yunani Kuno)
Sparta adalah Negara yang banyak mengalami peperangan. Oleh karena itu dipersiapkan warga Negara yang mempunyai tubuh yang kuat untuk mempertahankan negaranya. Tujuan pendidikan ialah pembentukan warga Negara yang kuat fisiknya. Pendidikan yang utama diberikan ialah untuk membentuk jasmani yang sehat, karena pada tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Jelas bahwa sistem nilai yang menjunjung tinggi aspek jasmani telah memberi corak tersendiri kepada sistem penddikan di Sparta.
b.      Di Eropa Barat sebelum dan pada abad kesembilan belas, pengaruh reasionalisme sangat kuat. Pandangan ini menyatakan manusia adalah makhluk berpikir atau berakal (Homo Sapiens). Akal adalah alat untuk berpikir dan menimbang buruk baiknya. Akal manusia menghasilkan pengetahuan. Pandangan ini berpendapat, bahwa akal dan pengetahuan maha kuasa. Implikasi pandangan ini ialah bahwa pendidikan sangat menjunjung tinggi pengaruh pengetahuan dan peranan akal. Nilai ini merupakan norma bagi pelaksanaan pendidikan.
c.       John Dewey  dari Amerika Serikat, terkenal dengan pragmatisme, suatu filsafat pendidikan yang mengutamakan pengalaman (Arbi, 1988). Pandangan ini mempunyai norma, bahwa kebenaran terletak pada kenyataan yang praktis. Metode enkuiri dan memberi latihan adalah metode yang tepat digunakan, pengalaman adalah yang utama. Pandangan inilah yang mendasari pendidikannya.
Nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam pandangan hidup seseorang atau suatu bangsa itulah yang dijadikan norma atau kriteria untuk pelaksanaan pendidikan. Norma itu biasanya terlihat dalam tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan kita berdasarkan falsafah Pancasila. Oleh karena itu filsafat pendidikan kita adalah filsafat pendidikan Pancasila.
Pancasila adalah jiwa dan seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan bangsa Indonesia dan dasar Negara. Pancasila juga merupakan kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia kan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan , baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengejar hubungan dengan masyarakat, alam, Tuhannya maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Pancasila yang dimaksud di sini adalah Pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu kesatuan.
Menurut Muhammad Noor Syam (1923:346), nilai-nilai dasar dalam sosial budaya Indonesia hidup dan berkembang sejak awal peradabannya, yang meliputi :
1.      Kesadaran ketuhanan dan kesadaran keagamaan secara sederhana.
2.      Kesadaran kekeluargaan, di mana cinta dan keluarga sebagai dasar dan kodratterbentuknya masyarakat dan sinambungnya generasi.
3.      Kesadaran musyawarah mufakat dalam menetapkan kehendak bersama.
4.      Kesadaran gotong-royong, tolong-menolong.
5.      Kesadaran tenggang rasa, atau tepa selira, sebagai semangat kekeluargaan dan kebersamaan, hormat menghormati dan memelihara kesatuan, saling pengertian demi keutuhan, kerukunan dan kekeluargaan dalam kebersamaan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila tersebut sudah berabad lamanya mengakar pada kehidupan bangsa Indonesia, karena itu Pancasila dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa.

3.      Filsafat Pendidikan Pancasila
Filsafat pendidikan sebagai filsafat terapan. Dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa kita terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan bangsa kita mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai Pancasila adalah pandangan hidup (Filssafat hidup) yang berkembang dalam sosial budaya Indonesia. Nilai Pancasila dianggap nilai dasar dan puncak budaya bangsa. Oleh karena nilai ini sangat mendasar dalam menjiwai dan memberikan watak kepribadian jati diri, maka pengakuan atas kedudukan Pancasila sebagai filsafat adalah wajar. Sistem pendidikan nasional Indonesia , dijiwai dan didasari serta mencerminkan jati diri Pancasila. Dengan kata lain Pancasila merupakan dasar sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional sebagai sistem, mengacu dan dijiwai oleh suatu keyakinan pandangan hidup atau filsafat Pancasila. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional sebagai konsekuensi dari sistem kenegaraan Republik Indonesia Pancasila. Dengan demikian sistem pendidikan nasional dan sistem filsafat pendidikan merupakan subsistem Negara Pancasila.
Ciri-ciri kemanusiaan yang kelihatan dari Pancasila ialah : Integral , etis, dan religious (Soeryanto Poespowardoyo, 1989). Filsafat pendidikan Pancasila mengimplikasikan ciri-ciri tersebut:
a.       Integral
Pancasila mengajarkan kemanusiaan yang integral. Manusia adalah individualitas sekaligus sosialitas. Manusia masing-masing iotu otonom dan korelatif. Pandangan ini menolak individu yang bebas, seperti yang ditemui pada Negara liberal, yang tidak boleh dikekang kebebasannya oleh kekuatan luar, khususnya oleh Negara.
Pada Negara yang menganut ideology liberalism, harkat dan martabat terbesar masyarakat direndahkan oleh kebebasan bagian individu yang kuat. Kemanusiaan yang diajarkan oleh Pancasila adalah kemanusiaan yang integral, yakni mengakui manusia seutuhnya. Manusia diakui sebagai suatu keutuhan antara jiwa dan raga, keutuhan antara manusia sebagai individu dan makhluk sosial.

b.      Etis
Pancasila adalah falsafah Negara, maka kehidupan kenegaraan seperti pendidikan harus taat kepada norma yang selaras dengan Pancasila. Ia merupakan nilai-nilai moral yang merupakan pedoman tindakan bagi seluruh bidang kenegaraan. Pancasila merupakan kulaitas etis. Ini berarti menjunjung tinggi kebebasan, namun tidak bebas dari segalanya seperti liberalism. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab.
c.       Religius
Pandangan kemanusiaan Pancasila adalah paham kemanusiaan religious. Religious menunjukkan kecenderungan dasar, pilihan utama atau potensi. Agama dan kepercayaan adalah benttuk-bentuk penghayatan yang merealisasikan, mengaktualkan kecenderungan dasar dan potensi itu. Kebebasan agama adalah salah satu hak yang paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan agama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhanagama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa itu berdasarkan keyakinan, sehinggga tidak dapat dipaksakan.
Filsafat pendidikan Pancasila mengimplikasikan ketiga ciri kemanusiaan di atas , tentang hakukat subjek didik, yang menimbulkan konsekuensi terhadap hakikat pendidikan dan penyelenggaraan pendidikan. Filsafat pendidikan Pancasila mengakui subjek didik terdiri atas jiwa dan raga, subtansi spiritual dan substansi material, merupakan suatu keutuhan. Manusia itu merupakan satu personal , suatu pribadi yang utuh dan terus berkembang. Sebagai makhluk sosial ia harus bertanggung jawab terhadap kepentingan umum dan kepentingan bersama, namun individualitasnya tetap terpelihara secara utuh. Ini berarti kebebasan individu tidak mutlak. Setiap personal punya sifat dasar “terbuka ke dalam” dan “terbuka keluar” (Raka Joni, 1985)
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau aspek spiritual sistem pendidikan nasional, maka sepatutnya lah filsafat pendidikan ini harus dipelajari oleh setiap pendidik atau guru. Kegunaan filsafat pendidikan Pancasila tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Filsafat pendidikan Pancasila menentukan arah pendidikan, sesuai dengan asas-asas pandangannya tentang hakikat manusia, harkat dan martabatnya dan kodrat manusia dalam hubungan dengan sesame manusia, dengan masyarakat, dengan Negara, budaya alam dan Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Filsafat pendidikan Pancasila dijadikan landasan filosofis dalam menentukan tujuan pendidikan nasional, individu yang bagaimana yang dicita-citakan oleh masyarakat kita. Sekolah bertanggung jawab untuk mencapai tujuan itu. Untuk itu diupayakan metode dan proses yang tepat.
c.       Filsafat pendidikan Pancasila merupakan dasar dalam merencanakan dan menyusun kurikulum. Sebagai pelaksana disekolah, guru bertanggung jawab untuk melestarikannya.
d.      Filsafat dan tujmuan pendidikan menyatukan segala upaya pendidikan, sehingga merupakan suatu kontinuitas bagi perkembangan dan kemajuan anak. Semua upaya itu pada akhirnya bermuara kepada pencapaian tujuan nasional.

4.      Pancasila sebagai FIlsafat Pendidikan Nasional
Menurut Aristoteles, tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu Negara (Rapar, 1988:40). Begitu juga dengan Indonesia, yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 ingin menciptakan manusia Pancasila.
Pendidikan, selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya, juga merupakan sarana untuk mewariskan ideology bangsa kepada generasi selanjutnya yang hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.
Bukan rahasia lagi, jika pendidikan suatu bangsa aakan secara otomatis mengikuti ideology bangsa yang dianut. Karenanya, sistem pendidikan nasional Indonesia dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Sementara cita dan karsa bangsa kita , jutujuan nasional dan hasrat luhur rakyat Indonesia, tersimpul dalam pembukaan UUD 1945 sebagai perwujudan jiwa dan nilai Pancasila. Inilah alas an mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasional, sedangkan filsafat pendidikan Pancasila adalah subsistem dari sistem Negara Pancasila. Dengan kata lain, sebagai Negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan bangsa dan masyarakat.
Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, jelaslah tidak mungkin Sistem Pendidikan Nasional dijiwai dan didasari oleh sistem filsafat pendidikan yang lain selain Pancasila. Hal ini tercermin dalam tujuan Pendidikan Nasional yang termuat dalam UU No.2 Tahun 1989 dan UU No.20 Tahun 2003.

5.      Hubungan Pancasila dengan Sistem Pendidikan Ditinjau dari Filsafat Pendidikan
Bila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, maka dapat kita jabarkan bahwa Pancasila adalah pandangan hidup bangsa yang menjiwai sila-silanya dalam kehidupan sehari-hari. Dan untuk menerapkan sila-sila Pancasila, diperlukan pemikiran yang sungguh-sungguh mengenai bagaimana nilai-nilai Pancasila itu dapat dilaksanakan. Dalam hal ini, tentunya pendidikanlah yang berperan utama.
Oleh karena itulah, sejk sekolah dasar sampai perguruan tinggi, pelajaran Pancasila masih dberikan, tak lain agar nilai-nilai Pancasila benar-benar diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
G.    Implikasi Filsafat Pancasila bagi Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan kita adalah pandangan hidup Pancasila. Sekolah adalah suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidikan anak kearah yang dicita-citakan oleh masyarakat sesuai dengan pandangan hidup tersebut. Pendidikan mempunyai tugas ganda yakni mengembangkan kepribadian dan mempersiapkan anak menjadi anggota penuh dari masyarakat kita.

1.      Konsep Dasar tentang Pandangan Manusia Pancasila dan Implikasinya bagi Pendidikan
Sebagai ajaran filsafat, Pancasila mencerminkan nilai-nilai, pandangan mendasar tentang manusia dalam hubungannya dengan sumber kesemestaan, yakni Tuhan Maha Pencipta. Sebagai makhluk yang diciptakan, manusia patuh mengakui serta takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berarti manusia taqwa kepada Tuhan Maha Esa. Manusia yang taqwa memiliki keyakinan dan kesadaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara universal tetapi juga bersifat individual.
Pancasila diciptakan suasana yang memberi kesadaran akan keyakinan itu, kehidupan yang memungkinkan adanya saling menghormati dan saling menghargai orang yang berbeda keyakinan dengan kita.  Manusia mengakui sebagai ciptaan Tuhan, berarti manusia adalah makhluk susila. Dengan demikian ada kemungkinan berbuat dan bertindak baik ditentukan oleh eksistensinya. Setiap individu yang ada dalam ekosistem itu bertanggung jawab bagi berkembangnya rasa kebersamaan.
Manusia dipandang sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial, memungkinkan berlakunya rasa keadilan dan memperlakukan serta diperlakukan sama. Dengan demikian pandangan Pancasila menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan martabatnya. Oleh karena Pancasila tu diakui sebagai pandangan hidup bangsa, maka sewajarnya pandangan ini menjadi pedoman atau landasan filosofis pendidikan di Indonesia.
Berkenaan dengan itu secara yuridis foemal, dalam Undang-undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) bab II pasal 2 tercantum “Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Asas yang terkandung dalam Pancasila harus diwujudkan dalam jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah (pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat). Maka timbul tafsiran yang bermacam-macam. Untuk menyatukan tafsiran ini maka Pancasila harus diuraikan sehingga diperoleh pegangan yang lebih tegas yang dapat dilaksanakan dalam praktek pendidikan sehari-hari. Tafsiran itu dapat diberikan oleh ahli-ahli filsafat. Orang-orang cerdik pandai, pemimpin masyarakat, serta pakar-pakar pendidikan dan pengajaran.
Tafsiran-tafsiran merupakan acuan bagi pendidikan dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru sebagai pendidik harus merenungkan. Pandangan hidup Pancasila melihat tujuan serta proses pendidikan dalam kesinambungan yang selaras dengan kebutuhan individu dengan keperluan pengembangan kehidupan masyarakat. Guru hanya dapat menyampaikan nilai-nilai serta pandangan hidup yang demikian, jika ia sendiri telah mengakui kebenaraanya serta telah mendarah daging baginya.


2.      Wawasam Filsafat Pendidikan Pancasila sebagai Pengakuan atas pribadi dan sebagai anggota masyarakat dan Implikasinya bagi pendidikan
Pancasila mengakui manusia sebagai pribadi yang otonom. Makna yang terkandung dalam pengakuan ini adalah pribadi manusia diakui unik yang masing-masing punya kekhsan manusia bermartabat, masia makhluk etis, makhluk Tuhan dan terbuka untuk dididik. Pribadi manusia mulai bertumbuh dan berkembang mulai dari lahir. Setiap anak mempunyai sifat kepribadian yang unik. Keunikan pribadi itu terbentuk dan berkembang dalam hidupnya yang memberi warna terhadap bagaimana ia bersifat terhadap tantangan baik alam maupun sosialnya.
Dengan kemampuan bawaan individu memiliki kekuatan untuk mengadapi lingkungannya, dapat menciptakan ide-ide baru, memilih dan menolah keinginan sosial yang menghambat perkembangan dirinya. Dengan demikian manusia sebagai makhluk individu memiliki potensi-potensi yang dikembangkan. Potensi yang dimiliki ada kalanya berkembangan kearah yang tidak baik, misalnya menimbulkan kerusakan lingkungan, termasuk manusia sendiri. Maka pendidikan lah yang dapat menangkal potensi yang berkembang kea rah yang tidak baik itu. Pendidikan hendaklah mengembangkan semua potensi yang ada pada anak seoptimal mungkin.
Pandangan hidup Pancasila melihat proses serta tujuan pendidikan dalam keseimbangan yang selaras antara pemenuhan kebutuhan individu dengan keperluan pengembangan hidup bermasyarakat. Pendidikan dilihat sebagai proses pemanusiaan yang terjadi di dalam konteks kehibupan bermasyarakat, sebagai transaksi sosial budaya.
Secara menyeluruh akan ditegaskan kembali implikasi dari landasan filosofis pendidikan itu sebagai berikut:
a.       Dalam menetapkan tujuan dan arah pendidikan nasional, landasan filosofis merupakan dasar atau landasan berpikir yang mendalam dan konsep-konsep yang mendasar dengan mempertimbangkan segala aspek.
b.      Dalam merancang dan menyusun kurikulum, perencanaan kurikulum memerlukan pengambilan keputusan mengenai segala aspeknya yang meliputi, tujuan, bahan, sumber-sumber, kegiatan belajar-mengajar, evaluasi, dan sebagainya.
c.       Dalam pengadaan sarana dan prasarana di sekolah. Untuk memilihnya yang tepat juga memerlukan landasan berpikir yang mendasar.
d.      Dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar, mulai dari perencanaan pengajaran sampai kepada pelaksanaan proses belajar-mengajar tidak terlepas dari landasarn filosofis yang digunakan sebagai dasar pemikirannya.
Pelaksanaan Pancasila dalam pendidikan di Indonesia ini dipengaruhi oleh mazhab esensialisme, yang mengakui batas-batas tanggung jawab dan saling ketergantungan antara pemerintah, masyarakat dan keluarga. Hal ini sesuai dengan tujuan kehidupan rakyat Indonesia sebagai bangsa yaitu menjaga keselarasan antara kemerdakaa individu dengan tertib damainya kehidupan bersama. Ini berarti bahwa sebagai manusia Indonesia dituntut untuk melaksanakan tugas ganda yaitu sebagai insan Pancasila juga harus ikut serta membangun bangsa sebagai masyarakat Pancasila.
Untuk mengamalkan kelima sila dari Pancasila telah ditetapkan oleh MPR apa yang disebut dengan “ Eka Prasetia Pacakarsa” yang merupakan penjabaran dari sistem nilai Pancasila ke dalam tiga puluh enam butih yang terkandung dalam Pancasila. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dalam artian mengambangkan kepribadian dan kemauan manusia Indonesia harus mencakup lima ranah yaitu: meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menngkatkan kecerdasan dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air.



Komentar

Postingan Populer